Apa yang kamu cari saat winter di Eropa? Salju atau sinar matahari?
Kalau jawabanmu adalah yang terakhir, itu berarti sama dengan kami. 🙂
Saat yang lain ingin merasakan sensasi salju, kami malah menuju ke salah satu kota terhangat saat winter di Eropa.
Sudah 4 tahun terakhir ini kami menghabiskan musim dingin hanya di rumah saja. Sekalinya pergi libur pun kami memilih untuk menjauh dari udara dingin berkabut negri Belanda yang tak lama lagi akan kami tinggalkan.
Sayang rasanya kalau libur winter yang 3 pekan ini harus kami sia-siakan juga kali ini. Apalagi saat sedang ada promo penerbangan Amsterdam – Nice.
Sekedar ingin memastikan agar tak overbudget, kami segera mengecek harga penginapan. And it was like a big fortune saat tau harga penginapan di Nice ternyata jauh lebih ramah di kantong dibanding harga penginapan di Paris di saat musim libur tahun baru.
Nice memang bukan destinasi yang populer saat winter. Kota di kawasan Cote d’Azur dengan garis pantai yang sangat panjang ini jauh lebih terkenal sebagai destinasi liburan musim panas. Terutama bagi wisatawan Eropa.
See, sometimes not following the general pattern can give you a little luck. Saat winter harga penginapan jadi murah, pantainya pun juga bersih dari kerumunan pengunjung. Bagi kami, itu saat yang paling tepat untuk datang ke kota ini.
Promenade de Anglais
Sebenarnya bukan kami saja yang lebih memilih Nice di saat winter. Sejak dulu, ada 2 tipikal pengunjung yang datang ke Nice. Satu, mereka yang mencari hiburan dan kesenangan. Dua, warga Eropa yang butuh suhu hangat untuk kesehatan mereka. Winter memang kadang-kadang cukup menyiksa dengan udara dingin yang menyebabkan banyak penyakit.
Dan kami membuktikan, sinar matahari itu memang terapi mujarab yang bisa mengembalikan keceriaan. Setidaknya bagi dua anak kami 🙂 .
Menginap di hotel yang hanya berjarak sekitar 170 meter dari bibir pantai di kawasan Promenade de Anglais, benar-benar pengalaman yang menyenangkan bagi mereka.
Hampir saban hari mereka mengajak kami untuk ke pantai walau hanya sekedar duduk mendengar debur ombak atau melempar batu ke arah laut. Mereka menikmatinya dengan suka cita.
Emaknya yang ‘anak seribu pulau’ ini karena sejak kecil sudah biasa dengan kehidupan ala pesisir malah jauh lebih senang mengabadikan keceriaan mereka 😀
Pantai dengan pebble stone di Promenade de Anglais bikin anak-anak jadi lebih lincah berlarian, berkejaran dengan ombak tanpa perlu khawatir sepatu kemasukan pasir.
Sedikit bersyukur karena tak seperti waktu summer saat pantai penuh dengan pengunjung pantai yang berjemur, di waktu winter pantai bersih dari ‘pemandangan’ yang bisa bikin anak-anak dan bapaknya jadi tak nyaman. 😀
Promenade de Anglais dengan pantai yang luar biasa menawan itu lebih leluasa kami nikmati di musim dingin ini.
Di area pedestrian yang membentang sejauh kurang lebih 7 kilometer ini kami tak perlu khawatir dengan anak-anak yang berlarian ke sana kemari. Dengan lebar sekitar 4 meter, area pedestrian Promenade de Anglais jadi ruang yang aman dari lalu lalang kendaraan beroda.
Sepertinya detak jantung kota Nice memang berpusat di sini. Beberapa event penting biasanya selalu dihelat di sini. Belum lagi, tak terhitung berapa cafe, restoran dan hotel yang menghampar sepanjang promenade ini.
Dan yang paling penting, semuanya bisa diakses dengan mudah oleh kendaraan umum. Paling mudah dengan penyewaan sepeda. Atau kalau mau repot sedikit, bawa roller blades yang kamu punya untuk dipakai di sini. Hanya dengan sekali melintas, semuanya bisa dicapai dengan mudah dari ujung ke ujung.
Baca juga : Transportasi Umum di Nice
Mungkin juga karena situasinya yang selalu ramai dan mudah diakses, area Promenade de Anglais ini menjadi sasaran yang mudah untuk aksi teror.
Sempat mengalami peristiwa teror yang menelan cukup banyak korban jiwa tahun 2016, kami memang merasakan sedikit ‘sisa-sisa’ kejadian teror yang cukup traumatis itu. Dikait-kaitkan dengan keyakainan agama, tak pelak aksi teror itu bagaimana pun juga menimbulkan ketegangan antar warganya.
Seperti siang itu, saat kami naik di bus, tanpa penyebab yang jelas seorang wanita tua mengomel dalam bahasa Perancis sambil melirik tajam ke arah kami. Saya dan putri saya yang berusia 7 tahun memang mengenakan kerudung, sehingga nampak jelas kami beragama islam baginya. Merasa tak berbuat sesuatu yang salah, saya sudah menduga omelannya disebabkan oleh sentimen agama.
Entah apa yang diucapkannya, tapi seorang wanita kulit berwarna yang sepertinya adalah warga lokal angkat bicara. Ia nampak membela kami, karena beberapa saat kemudian keduanya lalu terlibat adu mulut yang tak kami pahami.
Syukurlah adu mulut itu berakhir saat wanita tua tadi memilih untuk turun dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Yang membuat kami tenang, saat melihat penumpang yang lain bersikap ramah dan tersenyum pada kami. So I can say to myself, “don’t worry you didn’t do anything wrong”. Being a moslem of course never been
Vieux Nice
Di Nice memang terdapat beberapa kelompok agama. Ada komunitas kristen yang besar, komunitas yahudi dan komunitas imigran muslim yang juga tak kecil. Potret sederhananya bisa dengan mudah kita temui di kawasan Vieux Nice alias Old City Nice.
Menjadi kawasan pemukiman tertua di kota ini, Vieux Nice dengan gamblang menyajikan potret Nice yang teramat heterogen. Di sini kita akan mendapati Nice dalam beragam warna. Ada gereja tua, jewish quarter, restoran dan butchery halal, restoran China, kedai sushi, toko souvenir khas Provence, pizza house khas italia dan beragam warna lain.
Sempat ingin mampir ke salah satu restoran India dengan menu halal di sini, sayangnya kebanyakan mereka baru buka setelah jam 6 sore. Tapi saya tak perlu lama kecewa, karena tak jauh berjalan saya menemukan satu restoran ayam goreng halal yang rasanya ennaakk banget. Rasa pedas ayamnya ga kalah sama spicy chicken KFC. Si ibu asal Maroko juga benar-benar ramah melayani kami. Recommended lah pokoknya.
Place Massena
Bagaimana pun, Nice adalah kota Metropolitan. Ia memang tak sebesar Paris, tapi Nice bukan pula kota yang tidur di malam hari.
Kalau perlu bukti untuk itu, jalan-jalanlah ke Place Massena, tempat warga kota ini menghabiskan energinya di sore hingga malam hari.
Tinggal pilih mau menghabiskan energi dengan keliling ke butik-butik fashion sekitarnya, menikmati pemandangan malam kota Nice dari atas ketinggian di Nice Giant Wheel, atau sekedar menemani anak-anak bermain di Parc du Paillon.
Oiya, di sini ada Galeries Lafayette juga walau tak semegah yang ada di Paris.
Toko souvenir juga lumayan banyak di kawasan ini, walau saya tak terlalu menyarankan untuk membeli magnet kulkas nan imut seharga 6,5 uero per biji itu. Terlalu mahal hanya utk sebuah magnet kulkas..heheheh.
Kalau pertanyaannya diajukan ke anak kami, apa yang paling berkesan bagi mereka di tempat ini, jawabannya pasti giant wheel dan cotton candy. 😀
Nice Port
Terakhir yang tak boleh kamu lewatkan di kota ini adalah Nice Port. Sebagaimana Cannes, Monaco, dan Villefranche yang terletak bertetanggan dengan kota ini, Nice Port juga jadi tempat parkir sejumlah kapal layar dengan berbagai ukuran.
Pelabuhan bersejarah yang terletak tak jauh dari Vieux Nice ini dulunya adalah urat nadi penopang ekonomi kota Nice. Sampai sekarang pun begitu adanya.
Rumah-rumah dengan jendela kayu khas daerah pesisir menghiasi pemandangan sepanjang area ini. Di antara bangunan dengan jendela kayu itu, saya sempat menemukan satu lagi toko daging halal.
Saya juga menikmati galeri-galeri seni dengan jendela kecil mereka yang menjadi etalase sepanjang jalur pedestrian yang saya lewati.
Ambience yang sempurna untuk menutup perjalanan saya di kota pelabuhan ini.