Granada: (not just) a story of the old days

Granada (not just) story of the old days

Saat saya merencanakan kunjungan keluarga kami ke Granada Oktober 2015 silam, tujuan saya cuma satu, Alhambra. Tak ada yang lain. Keinginan untuk ‘bernostalgia’ dengan peradaban islam masa lalu di Alhambra lah yang menjadi alasan utama kami ke kota ini.

Apa yang tidak saya duga, Granada ternyata memberi lebih dari ekspektasi kami. Granada bukan hanya Alhambra saja.

Sebelumnya saya berpikir Granada hanyalah sebuah kota tua yang hanya hidup di masa lalu, yang kini hanya memberikan serpihan-serpihan sejarahnya untuk dikenang.

Ternyata tidak, Granada yang kami jumpai saat kedatangan kami adalah kota kecil yang bertransformasi menjadi kota modern walaupun tetap mempertahankan ciri khas bangunan-bangunan klasik yang memenuhi sudut-sudut kotanya.

Renaissance Along The Way

Minggu pagi itu adalah saat pertama kali kami bersentuhan dengan atmosfer kota Granada setelah semalam kami baru saja sampai di apartemen yang kami sewa dan tak punya banyak waktu untuk sekedar berjalan-jalan menyusuri kota.

Sekilas, kota Granada terlihat seperti pinang dibelah dua dengan kota Madrid walaupun luasan kotanya jauh lebih kecil. Bangunan klasik dengan kubah yang bergaya renaissance banyak kami temui di jalan yang kami lewati.

granada (not just) story of the old days
depan NH hotel granada
granada (not just) story of the old days
area dekat Plaza Isabel de Catolica
granada (not just) story of the old days
somewhere in Granada, kalo tidak salah sekitar halte Catedral

Bangunan bergaya renaissance ini yang kemudian mengingatkan saya akan sejarah reconquesta yang menjadi penanda berakhirnya era kesultanan islam di Granada.

Karena hari itu adalah hari minggu, sepanjang perjalanan kami  mendengar dentang lonceng gereja yang bersahut-sahutan. Keramaian pagi itu pun membuat kami jadi sulit membedakan warga yang hendak menuju gereja dengan para wisatawan yang hendak menuju lokasi wisata.

Kota Yang Ramai, Bersih dan Ber-gang

Walaupun ramai dikunjungi wisatawan, kota Granada tidak nampak kumuh di antara manusia yang berlalu lalang. Sebagai kota destinasi wisata ini adalah poin lebih Granada. Kebersihan kotanya nampak terjaga. Kami sempat menyaksikan mobil penyapu jalan berlalu membersihkan jalanan yang nampak seperti gang di antara bangunan pemukiman.

Granada juga punya sistem air bersih yang sangat baik. Salah satu tap water paling segar yang kami rasakan sepanjang pengalaman kami di Eropa adalah dari keran air minum di kota ini. Pegunungan Sierra Nevada yang mengitari kota Granada menjadi sumber air bersih yang sangat segar dikonsumsi sebagai tap water di rumah-rumah.

granada (not just) story of the old days
Kota Granada yang bersih di area depan Plaza Isabel de Catolica…abaikan gaya anak kecil ini 😀

Suasana kota yang hidup sampai malam hari pun cukup terasa oleh kami. Deretan cafe dan pertokoan di pinggir jalan nampak ramai dengan anak muda yang menghabiskan waktu malam mereka di sana.

Warga Granada sepertinya memang mempunyai kebiasaan nongkrong di cafe ataupun restoran-restoran. Saat saya berjalan-jalan malam hari menyusuri kota yang memiliki banyak jalan bergang ini, saya sering menjumpai cafe ataupun restoran yang ramai dengan pengunjung.

granada (not just) story of the old days
Jalanan yang ramai dengan warga dan wisatawan

Tentang jalanan bergang di Granada, saya sebenarnya punya pengalaman buruk. Tersesat untuk pulang ke apartemen..hiks. Mungkin karena terlalu percaya diri dengan kota yang nampak kecil ini, tak ada peta yang dibawa. Pun telepon genggam tak ada sambungan internet. Di malam hari tersesat di antara gang yang remang-remang cukup membuat saya kapok untuk jalan sendirian.

Selain sisi jalan rayanya yang ramai dengan pertokoan dan cafe, struktur kota Granada yang memiliki banyak jalan yang saling terhubung dengan gang-gang kecil membuat kota ini nampak dipenuhi dengan bangunan yang mengapit jalanan dari dua sisi. Terkadang bangunan yang nampak mirip membuat wisatawan yang baru pertama kali ke Granada seperti kami menjadi sangat mungkin kehilangan arah. Apalagi di malam hari, beberapa ruas gang hanya memiliki penerangan yang minim.

Baca juga: Panduan Wisata Alhambra dan Granada

Pertokoan dan Butik Modern

Siapa yang tidak kenal dengan merk fashion seperti Zara. Dan di kota sekecil Granada, butik brand terkenal ini di dekat penginapan kami saja, kami temukan setidaknya ada di tiga lokasi.

granada (not just) story of the old days
Butik Zara di dekat penginapan kami

Zara memang merk yang lahir di Spanyol. Dan bukan hanya Zara, butik-butik dari merk lain juga banyak kami jumpai di sini. Kalau di kota lain, butik seperti Zara lazimnya berada di area pusat perbelanjaan, maka di Granada outlet seperti Zara seringkali terselip di antara bangunan-bangunan lain yang membuatnya tampak seperti toko di tetangga sebelah rumah kita 🙂

Dan berita bahagianya adalah buat para gadis dan emak-emak yang punya hobi shopping, butik-butik di kota ini banyak menawarkan harga yang lumayan bersahabat di kantong dibandingkan butik-butik yang bisa kita temukan di negara Eropa lainnya.

granada (not just) story of the old days
Butik yang menjual produk kulit dekat penginapan…sayangnya tutup di hari minggu, padahal harganya lumayan bikin ngiler

Alhambra, Magnet Kota Granada

Tak akan ada cerita tentang kota Granada, tanpa Alhambra. Alhambra adalah magnet utama yang membuat para wisatawan berkunjung ke kota ini. Termasuk kami, seperti yang saya katakan di awal.

Jangan salah, Alhambra bukan saja dikunjungi oleh wisatawan muslim seperti kami, melainkan juga dikunjungi oleh wisatawan dari agama lain. Alhambra adalah situs sejarah 3 umat beragama di dunia.

Alhambra dengan benteng Alcazaba yang nampak terlihat gagah, adalah magnet bagi para sejarawan, budayawan, maupun pelancong yang sekedar ingin menikmati keindahannya.

granada (not just) a story of the old days
Kompleks Alhambra dengan benteng Alcazaba yang terlihat gagah

Nasrid Palace yang merupakan masterpiece dari para seniman dan arsitek di era kesultanan islam Granada adalah atraksi yang sanggup mendatangkan jutaan wisatawan mancanegara setiap tahunnya ke kota Granada.

granada (not just) story of the old days
Nasrid Palace di Alhambra

Citarasa dan teknik seni inilah yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi di penduduk Granada, bahkan jauh setelah berakhirnya kesultanan islam di sana.

Mudejar style adalah nama yang populer di bidang seni dan arsitektur hingga sekarang, yang mana itu merujuk pada ciri khas arsitektur gothic yang telah dipengaruhi oleh seni gaya islami yang diaplikasikan pada banyak gereja di sekitar kota Granada. Konon nama itu diperoleh dari para pekerja seni di masa kesultanan islam yang kemudian ‘dipekerjakan’ untuk membuat gereja pasca peristiwa reconquesta. Mudejar sendiri berasal dari kata bahasa arab yang berbunyi “Mudajjan” artinya mereka yang telah dijinakkan.

Albayzin dan Warisan Bangsa Moors Yang Muslim

Warisan sejarah lainnya juga bisa kita temukan di Albayzin, di sisi bukit yang dibatasi sungai dari komplek Alhambra.

Albayzin adalah nama sebuah pemukiman yang dulunya banyak dihuni oleh bangsa Moors, sebutan untuk kaum muslim yang mendiami Granada di masa kesultanan islam.

Rumah-rumah bercat putih bergaya khas mediterenia dengan jalanan yang berbatu adalah pemandangan yang kami jumpai di Albayzin.

granada (not just) story of the old days
rumah penduduk di Albayzin dengan tembok yang bercat putih dan bergaya khas mediterania

Dari sini juga, bisa kita dapatkan pemandangan yang indah ke arah Alhambra. Beberapa mirador ramai dikunjungi oleh para turis yang ingin mengambil gambar Alhambra dari kejauhan ataupun yang hanya sekedar ingin duduk bersantai menikmati pemandangan Alhambra dan kota Granada dari kejauhan.

Sebaliknya, Albayzin pun dapat terlihat dari kompleks Alhambra yang menempati bukit di sisi lainnya. Pemandangan Albayzin dari Alhambra pun tak kurang memikat.

Beberapa menara nampak mencuat dari deretan pemukiman di Albayzin yang diselingi dengan pohon-pohon cemara. Meskipun demi mendengar cerita bahwa menara-menara itu dulunya adalah minaret (menara adzan) yang kini diubah menjadi iglesia, bagaimanapun sedikit mengusik hati.

Masa-masa kelam periode inkuisisi yang mengincar kaum Moriscos (umat muslim yang pindah agama secara paksa tapi secara sembunyi-sembunyi menjalankan ibadah agama islam), pun tak pelak hadir dalam bayangan kepala saya. Periode yang menyebabkan ribuan jiwa kaum muslim Andalusia berakhir di tangan algojo pada masa itu.

Dan bukan hanya umat muslim, pemeluk agama lain seperti yahudi di Andalusia pun mengalami nasib yang sama, termasuk umat kristiani yang dianggap menyimpang dari doktrin penguasa masa itu.

Periode pemusnahan yang berlangsung hingga ratusan tahun ini, dikemudian hari dikenang sebagai pemusnahan atas nama agama paling buruk sepanjang sejarah. Bukti-bukti peninggalan masa inkuisisi hingga kini masih tersimpan di berbagai museum inkuisisi yang berada di Cordoba, Sevilla maupun Granada.

Periode inkuisisi ini sesungguhnya adalah bagian yang terlewati saat saya menuliskan tentang Alhambra di artikel saya sebelumnya.

Alcaiceria Market, Aura Bangsa Moors Yang Hadir Kembali

Bagaimanapun sejarah buruk dituliskan bukan untuk dikenang. Masa inkuisisi adalah mimpi buruk bagi siapa saja yang mencintai kemanusiaan. Dari sanalah kita belajar menata masa depan. Masa depan yang memberi warna-warni indah dalam hidup. Seperti yang saya temukan di Alcaiceria Market.

Alcaiceria market yang berada dalam kompleks Mercado de Artesania Granada, mungkin adalah tempat dimana saya bisa merasakan atmosfir bangsa Moors paling kental.

Sebagian besar pedagang di sini memang adalah warga keturunan Maroko ataupun timur tengah. Keramik-keramik khas Granada yang banyak berukirkan kaligrafi islam banyak dijual di sini, bersama dengan barang-barang souvenir lainnya yang dijual untuk turis.

granada (not just) story of the old days
Kerajinan khas Granada yang dijual di Alcaiceria Market

Saat saya mengunjungi pasar ini malam hari, banyak toko yang masih buka, walaupun tentu saja jauh lebih ramai di siang hari.

Satu hal yang paling menyenangkan bagi saya di sini, setidaknya saya bisa membeli cinderamata authentic khas Granada yang tak bisa saya beli di AliEkspress 🙂

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8 thoughts on “Granada: (not just) a story of the old days

  1. wow..pingin sekali rasa nya berkunjung ke sana, melihat karya arsitektur ..terjemahan dari konsep surga/jannah..yang ada di dalam quran..semoga indonesia kedepan ..bisa menjadi ganti nya ‘ andalusia’ – menjadi ‘ andanesia – indonesia…hebat kuat dan bermartabat , amin

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.